Hosting Murah

Jumat, 22 April 2011

Manusia (Tugas Manusia)

Tugas Manusia

dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku
(QS. Adz-Dzaaryaat, 51:56)

Mengapa saya harus beribadah (mengabdi)?
Apakah Allah membutuhkan saya?

kalau hanya mengandalkan otak tentu akan sulit menjawab pertanyaan diatas, maka untuk sedikit memahaminya harus disertai rasa iman kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:

Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
(QS. Adz Dzariyaat, 51:57)

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.
(QS. Al Jaatsiyah, 45:15)

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa".
(QS. Al Baqarah, 2:21)

Beribadah berarti melaksanakan segala sesuatu (yang baik) dan hanya mengharap ridha Allah. Bertakwa artinya menjalankan segala yang diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh-Nya serta mengikuti junjungan Nabi Muhammad saw. 

Semua manusia secara potensial diciptakan menjadi khalifatullah. Namun, agar potensi tersebut menjadi nyata, harus memiliki beberapa kriteria, antara lain ilmu, iman, amal shaleh, dan masih banyak lagi.

Kekhalifahan atau kepemimpinan itu dimulai dengan memimpin diri sendiri (hawa nafsu)nya sendiri, keluarga, kemudian berkembang ke memimpin lingkungan yang lebih luas.

Kita harus benar-benar mengerti tentang hakikat manusia sebagai khalifatullah. Sebagai khalifah seharusnya dan selayaknya menyesuaikan dengan yang mengangkat dirinya sebagai khalifah.

Apakah saya bisa dan bagaimana caranya?


Menghayati hakikat manusia bisa dimulai dari kesadaran fisik sampai kepada kesadaran diri pribadi yang sejati. Dengan inilah manusia dapat menunaikan pengabdiannya kepada Allah sebagaimana fitrahnya.
Sebagaimana firman Allah:


Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
(QS. Ar-Rum, 30:30)

*Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)."
(QS. Al A'raf, 7:172)



Kalau kita mau mempelajari Al-Quran di dalamnya terdapat banyak penjelasan tentang apa dan siapa manusia itu sebenarnya. Namun, yang demikian tidak akan menjadi suatu kesadaran apabila kita tidak pernah membawa pikiran, jiwa serta perasaan kepada fitrah kejadiannya. Penyebabnya adalah karena kebanyakan manusia terlena dengan alam kebendaan. Jadi, bukan ilmu tasawuf yang sulit dimengerti.


Contoh sederhana seorang bayi yang lahir dari rahim ibu:
  • Bayi lahir bukan atas permintaan dan kehendaknya
  • Bayi tidak mengerti untuk apa dilahirkan
  • Bayi tidak punya apa-apa bahkan malu pun tidak punya.
Orang sekitar memberikan kesadaran. Bayi mulai dikenalkan dengan dirinya bahwa namanya si fulan. Kemudian diajarkannya nama-nama, ini telinga, ini kepala, ini hidung, ini tangan, ini kaki, dan seterusnya dengan batasan kesadaran yang sangat sempit sekali.


Kesadaran sempit ini membuat diri terbelenggu dan bisa tersesat dalam ketidaktahuan siapa diri yang sebenarnya.

Peran manusia telah ditetapkan, diatur dengan sangat rapi sekali. Bukan hanya ukuran fisik, tapi juga berapa besar rezeki, ketrampilan, daya pikir, dan juga waktu yang diijinkan menghirup udara segar didunia.

Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
(QS. Al Furqaan, 25:2)


Oleh karena itu, manusia yang sadar sebagai khalifatullah hendaknya berakhlak dengan akhlak Allah, berkehendak, bertindak sebagaimana yang Allah kehendaki dan memberi keputusan dengan keputusan Allah, serta berjalan di jalan Allah.


Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.
(QS. Al-A'raaf, 7:10)


Dan diantara mereka ada orang yang mendengarkanmu. apakah kamu dapat menjadikan orang-orang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti.
(QS. Yunus, 10:42)


Dan diantara mereka ada orang yang melihat kepadamu, apakah dapat kamu memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta, walaupun mereka tidak dapat memperhatikan.
'(QS. Yunus, 10:43)


Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.
(QS. Yunus, 10:44)


Allah berfirman, "Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut."
(QS. An-Nahl, 16:51)


Wallahu a'lam bishshawab 

Manusia (hakikat manusia)

Hakikat Manusia
Setiap manusia pasti terdorong untuk memikirkan eksistensi dirinya, hakikatnya sebagai manusia.
Sebab manusia senantisa terdorong pertanyaan – pertanyaaan besar.

Dari mana saya berasal?
Apakah keberadaanku baagaikan terlahir begitu saja?

Siapakah aku ini? Mengapa aku diciptakan?
Apakah tujuan hidup ini?mengapa aku dibekali akal dan kehendak?

Kemana akhir perjalanan yang singkat di dunia ini?
Ada apaa setelah mati?
Apakah kehidupan berakhir dengan datangnya kematian?

Bagaimana caraku menyingkap rahasia semua ini?

Dari mana alam semesta yaang besar ini berasal?
Ataukah ada Pencipta yang mengadakan saya?
Siapa Dia?apa hubungan saya dengan-Nya?

Apakah eksistensi manusia cukup dalam dirinya sendiri?

Teringat sabda Rasulullah Nabi Muhammad saw:
Man ‘arafa nafsahu fagad ‘arafa rabbahu
Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.

Dalam setiap manusia memiliki naluri untuk berkepercayaan dlam pengertian apa pun, baik yang benar maupun yang batil.

Firman Allah:
Dan juga pada dirimu, maka apakah kamu tiada memperhatikan
(QS. Adz Dzariat, 51:21)

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:”sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”.
(QS. Al Hijir, 15:28-29)

Dan nafs (jiwa) serta penyempurnaannya (ciptaan)-Nya, maka Allah mengilhamkan kepada nafs itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikannya (zakkaha), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(QS. Asy Syams, 91:7-10)

Tubuh (jasad) ini Allah lah yang memberi bentuk dengan perantara tanah yang diberi bentuk, lalu ditiupkannya ruh (ciptaan)-Nya ke dalamnya untuk membuatnya hidup. Lalu Allah beri akal (jiwa/nafs) agar manusia memiliki kehendak. Setelah manusia dilahirkan dari rahim sang Ibu diberikanlah sebuah nama yang indah. Lalu apakah yang kita miliki ketika kita hidup didunia ini?

Jasad, Jiwa dan Ruh milik Allah semata. Nama yang terkadang kita selalu banggakan hanyalah sebuah pemberian dari kedua orang tua kita. Apakah masih pantas bila seorang manusia berlaku dan bertingkah sombong berjalan di muka bumi? Padahal sesungguhnya bila kita menyadari dan mengkaji diri, kita tidaklah memiliki apapun yang sepatutnya bisa di sombongkan.

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(QS. As Sajdah, 32:9)

Memahami hakikat kita sebagai manusia sangat menentukan sikap kita dalam perjalanan berideologi mengarungi lautan kehidupan ini.
Karena kesempurnaan kejadiannya, maka manusia merupakan wakil Allah untuk menjadi saksi-Nya serta mengungkapkan rahasia-rahasia firman-Nya. Karenanya bersyukurlah, sebab para makhluk yang lain tidak diberi kemampuan melihat dimensi yang tidak bisaa dijangkau olehnya, ia haanya mampu melihat pada tingkat yang paling rendah dalam diri manusia. Sementara ia terhijab oleh ketinggian derajat manusia yang berasal dari Ilahi (meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku).

Apakah setiap manusia itu khalifatullah?

Hakikat manusia sebagai khalifah mengarah kepada kecenderungan tertentu dalam memahami diri manusia sendiri. Hakikat mengandung sesuatu makna tetap, tidak berubah-ubah. Allah adalah puncak segala kebaikan dan kesempurnaan. Dengan demikian, manusia adalah wakil dari kebaikan dan kesempurnaan-Nya.

Namun, seperti yang kita lihat, bagaimana dengan kenyataan umat manusia di masa sekarang? Bisakah manusia dikatakan wakil dari kebaikan dan kesempurnaan-Nya?

Bagaimana agar menjadi khalifatullah seutuhnya?