Hosting Murah

Jumat, 22 April 2011

Manusia (hakikat manusia)

Hakikat Manusia
Setiap manusia pasti terdorong untuk memikirkan eksistensi dirinya, hakikatnya sebagai manusia.
Sebab manusia senantisa terdorong pertanyaan – pertanyaaan besar.

Dari mana saya berasal?
Apakah keberadaanku baagaikan terlahir begitu saja?

Siapakah aku ini? Mengapa aku diciptakan?
Apakah tujuan hidup ini?mengapa aku dibekali akal dan kehendak?

Kemana akhir perjalanan yang singkat di dunia ini?
Ada apaa setelah mati?
Apakah kehidupan berakhir dengan datangnya kematian?

Bagaimana caraku menyingkap rahasia semua ini?

Dari mana alam semesta yaang besar ini berasal?
Ataukah ada Pencipta yang mengadakan saya?
Siapa Dia?apa hubungan saya dengan-Nya?

Apakah eksistensi manusia cukup dalam dirinya sendiri?

Teringat sabda Rasulullah Nabi Muhammad saw:
Man ‘arafa nafsahu fagad ‘arafa rabbahu
Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.

Dalam setiap manusia memiliki naluri untuk berkepercayaan dlam pengertian apa pun, baik yang benar maupun yang batil.

Firman Allah:
Dan juga pada dirimu, maka apakah kamu tiada memperhatikan
(QS. Adz Dzariat, 51:21)

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:”sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”.
(QS. Al Hijir, 15:28-29)

Dan nafs (jiwa) serta penyempurnaannya (ciptaan)-Nya, maka Allah mengilhamkan kepada nafs itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikannya (zakkaha), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(QS. Asy Syams, 91:7-10)

Tubuh (jasad) ini Allah lah yang memberi bentuk dengan perantara tanah yang diberi bentuk, lalu ditiupkannya ruh (ciptaan)-Nya ke dalamnya untuk membuatnya hidup. Lalu Allah beri akal (jiwa/nafs) agar manusia memiliki kehendak. Setelah manusia dilahirkan dari rahim sang Ibu diberikanlah sebuah nama yang indah. Lalu apakah yang kita miliki ketika kita hidup didunia ini?

Jasad, Jiwa dan Ruh milik Allah semata. Nama yang terkadang kita selalu banggakan hanyalah sebuah pemberian dari kedua orang tua kita. Apakah masih pantas bila seorang manusia berlaku dan bertingkah sombong berjalan di muka bumi? Padahal sesungguhnya bila kita menyadari dan mengkaji diri, kita tidaklah memiliki apapun yang sepatutnya bisa di sombongkan.

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(QS. As Sajdah, 32:9)

Memahami hakikat kita sebagai manusia sangat menentukan sikap kita dalam perjalanan berideologi mengarungi lautan kehidupan ini.
Karena kesempurnaan kejadiannya, maka manusia merupakan wakil Allah untuk menjadi saksi-Nya serta mengungkapkan rahasia-rahasia firman-Nya. Karenanya bersyukurlah, sebab para makhluk yang lain tidak diberi kemampuan melihat dimensi yang tidak bisaa dijangkau olehnya, ia haanya mampu melihat pada tingkat yang paling rendah dalam diri manusia. Sementara ia terhijab oleh ketinggian derajat manusia yang berasal dari Ilahi (meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku).

Apakah setiap manusia itu khalifatullah?

Hakikat manusia sebagai khalifah mengarah kepada kecenderungan tertentu dalam memahami diri manusia sendiri. Hakikat mengandung sesuatu makna tetap, tidak berubah-ubah. Allah adalah puncak segala kebaikan dan kesempurnaan. Dengan demikian, manusia adalah wakil dari kebaikan dan kesempurnaan-Nya.

Namun, seperti yang kita lihat, bagaimana dengan kenyataan umat manusia di masa sekarang? Bisakah manusia dikatakan wakil dari kebaikan dan kesempurnaan-Nya?

Bagaimana agar menjadi khalifatullah seutuhnya?  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar