Hosting Murah

Senin, 16 Mei 2011

Mengenal Diri Mengenal Allah

Awal-awal agama adalah mengenal Allah

Kewajiban utama manusia adalah mengenal Tuhannya dengan nyakin. Pendirian ini adalah pendirian yang amat sederhana, namun mantap, dengan melihat firman Allah SWT:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku
(QS. Adz-Dzariyaat, 51:56)

Dalam kontek ini mengenal adalah suatu syarat pertama, dan suatu hal yang paling utama, karena dalam Surah Adz-Dzariyaat di atas
"....melainkan beribadah kepada-Ku" ---------------- > bermaksud:
"....melainkan untuk mengenal Aku".

Dalam hadits qudsi mengabarkan bahwa:  
Aku adalah khazanah yang tersembunyi, Aku ingin agar Aku dikenal siapa Aku, maka Kujadikan makhluk, maka dengan (rahmat)-Ku mereka ma'rifat (mengenal) kepada-Ku
 
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau? Tuhan berfirman: Ssungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
(QS. Al Baqarah, 2:30)
 
Kedua syarat mengenal dan bagaimana beribadah adalah untuk melaksanakan/menzahirkan ketetapan Allah bahwa manusia dan jin itu dijadikan hanya untuk beribadah kepada Allah dan tidak lain untuk yang lain.
Pengertian mengenal sendiri sebetulnya sudah terkandung didalam ibadah, hanya saja yang membedakan adalah pemahamannya. Dengan begitu menjadi jelas bahwa hakikat kejadian itu adlah untuk beribadah kepada Allah SWT. 

Wallahu a'lam bishshawab 

Nur Muhammad

Ada sebagian Ulama yang belum bisa menerima ajaran Nur Muhammad, tetapi banyak pula yang menerima ajaran Nur Muhammad.

Letak permasalahan atau perbedaan pendapat yang menyebabkan sebagian belum dapat menerima ajaran Nur Muhammad antara lain:
  • Lemah (dlo'if) atau kuat (shahih)nya hadits-hadits yang berkenaan dengan ajaran Nur Muhammad.
  • Penafsiran dibalik yang tersurat dalam Al-Quran, karena di dalam Al-Quran pengertiannya ada yang tersurat dan ada yang tersirat.
Dari Khalid bin Mi'dan berkata, Abu Darda berkata, Barang siapa mengamalkan/mengerjakan       sepersepuluh apa-apa ilmu yang diketahuinya niscaya akan dipusakakan kepada ia oleh Allah akan Ilmu yang tidak diketahuinya

Rasullulah saw bersabda: Bagi Al-Quran itu ada zahir dan batin dan ketentuan-ketentuan (had)

Dalam satu riwayat yang lain dinyatakan bahwa Al-Quran mempunyai sembilan batin. Sabda Rasulullah saw: Tiap-tiap huruf dari huruf-huruf Al-Quran mempunyai had

Firman Allah Ta'ala:
dan bertaqwalah kepada Allah; Allah akan mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah, 2:282)

Dalam proses belajar, mempelajari, dan penerimaan ilmu pelajaran agama di antaranya menggunakan instrumen (alat):

  • ada yang hanya dengan akal,
  • ada yang dengan akal dan hati,
  • ada pula yang dengan akal, hati, dan pengalaman rohani (kasyaf)
Di ayat lain Allah berfirman:
Dan Kami telah ajarkan ilmu dari sisi Kami. (QS. Al-Kahfi, 18:65) 

Jumat, 06 Mei 2011

Berbagai Tingkatan Manusia Dan Berbagai Kedudukan Mereka

Syaikh 'Abdul Qadir Jailani R.A berkata:
Ada empat golongan manusia.
    Golongan Pertama adalah orang yang tidak mempunyai lisan dan hati. Dialah orang yang durhaka, semua perbuatannya tercela, yang tidak diperdulikan Allah SWT, dan tidak memiliki kebaikan di dalam dirinya. Dia dan yang semacamnya bagaikan sampah yang tidak berarti. Kecuali jika Allah SWT mencurahkan rahmat-Nya, lalu membimbing hati mereka menuju hidayah untuk beriman kepada Allah, dan menggerakkan anggota badan mereka untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya.

    Golongan Kedua adalah orang yang mempunyai lisan tetapi tidak mempunyai hati. Ia berbicara tentang kearifan tetapi tidak melakukannya. Ia mengajak orang ke jalan Allah tetapi ia sendiri lari dari-Nya. Ia mencela aib orang lain tetapi aib itu masih terus ada dalam dirinya.
Terhadap orang seperti inilah Rasulullah saw. memperingatkan kita dengan sabdanya: "Yang paling aku takutkan dari ummatku adalah orang munafik yang alim dalam ucapan."
(Hadist riwayat Thabrani dalam Al-Kabir, dari Abi Rafi r.a

    Golongan Ketiga adalah yang mempunyai hati tetapi tidak mempunyai lisan. Yaitu orang mukmin yang disembunyikan Allah dari makhluk-Nya. Dia menjaganya, menyandarkannya akan aib-aib yang ada dalam dirinya, menerangi hatinya, dan memperkenalkan kepadanya hal-hal yang tercela dalam bergaul dengan orang da dari pembicaraan atau ucapan yang tidak baik. Sehingga dia yakin bahwa keselamatan adalah dengan diam dan menyendiri. Rasulullah bersabda: "Ibadah itu ada sepuluh bagian, sembilan di antaranya adalah diam"
(Hadist riwayat Ibn ad-Dunya dalam Ash-Shamt wa Adab al-Lisan)

    Golongan Keempat adalah orang yang memiliki lisan dan hati. Yaitu orang yang diundang ke alam malakut sebagai orang mulia, sebagaimana diterangkan dalam hadist: 
"Barangsiapa yang belajar dan mengamalkan serta mengajarkan, akan diundang ke alam malakut sebagai orang mulia." (Hadist riwayat Abu Khaitsamah an Nasa'i dalam kitab Al-Ilm, dan Ibnu al-Jauzi dalam Tarjamah Sufyan ats-Tsauri)

Dialah orang  yang memahami Allah dan tanda-tandaNya. Allah menganugerahkan keajaiban ilmu-Nya dalam hatinya, memberikan kemudahan untuk mengetahui rahasia-rahasia yang tidak diberikan kepada yang lainnya. Allah telah memilih dan mengangkatnya, Allah telah menunjukkan jalan untuk dekat kepada-Nya, dan telah melapangkan dadanya untuk menerima rahasia-rahasia yang tersembunyi dan berbagai macam ilmu, dan menjadikannya orang yang paham mana yang baik dan mana yang buruk serta menjadi penyeru kebaikan bagi hamba Allah, pemberi peringatan bagi mereka, menjadi hujjah bagi mereka, pemberi petunjuk dan mendapatkan petunjuk, pemberi syafaat dan yang mendapatkan syafaat, yang benar, dibenarkan, dan membenarkan, sebagaimana penerus Rasul dan Nabi-Nya--- semoga Allah mencurahkan keselamatan, barakah, dan salam-Nya kepada mereka.

Inilah tujuan akhir bani Adam, tidak ada kedudukan di atas kedudukan ini kecuali kenabian. Oleh karena itu, harus kita meraihnya, dan janganlah menyalahi orang seperti dia, menjauhi-Nya, serta tidak mau menerima-Nya. Merujuklah kepada ucapan dan nasihatnya, karena keselamatan ada pada apa yang dikatakannya dan ada di pihaknya, dan kebinasaan serta kesesatan ada pada yang lain, kecuali orang diberi taufiq dan hidayah oleh Allah SWT.
Telah dijelaskan pembagian manusia. Maka hendaknya lihatlah dirimu sendiri jika engkau memiliki wawasan, jagalah dirimu jika engkau dapat menjaganya dan mempunyai perhatian kepadanya. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua kepada yang dicintai dan diridhai-Nya, baik di dunia maupun di akhirat, dengan rahmat-Nya.

Wallahu a'lam bishshawab 





Jumat, 22 April 2011

Manusia (Tugas Manusia)

Tugas Manusia

dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku
(QS. Adz-Dzaaryaat, 51:56)

Mengapa saya harus beribadah (mengabdi)?
Apakah Allah membutuhkan saya?

kalau hanya mengandalkan otak tentu akan sulit menjawab pertanyaan diatas, maka untuk sedikit memahaminya harus disertai rasa iman kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:

Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
(QS. Adz Dzariyaat, 51:57)

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.
(QS. Al Jaatsiyah, 45:15)

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa".
(QS. Al Baqarah, 2:21)

Beribadah berarti melaksanakan segala sesuatu (yang baik) dan hanya mengharap ridha Allah. Bertakwa artinya menjalankan segala yang diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh-Nya serta mengikuti junjungan Nabi Muhammad saw. 

Semua manusia secara potensial diciptakan menjadi khalifatullah. Namun, agar potensi tersebut menjadi nyata, harus memiliki beberapa kriteria, antara lain ilmu, iman, amal shaleh, dan masih banyak lagi.

Kekhalifahan atau kepemimpinan itu dimulai dengan memimpin diri sendiri (hawa nafsu)nya sendiri, keluarga, kemudian berkembang ke memimpin lingkungan yang lebih luas.

Kita harus benar-benar mengerti tentang hakikat manusia sebagai khalifatullah. Sebagai khalifah seharusnya dan selayaknya menyesuaikan dengan yang mengangkat dirinya sebagai khalifah.

Apakah saya bisa dan bagaimana caranya?


Menghayati hakikat manusia bisa dimulai dari kesadaran fisik sampai kepada kesadaran diri pribadi yang sejati. Dengan inilah manusia dapat menunaikan pengabdiannya kepada Allah sebagaimana fitrahnya.
Sebagaimana firman Allah:


Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
(QS. Ar-Rum, 30:30)

*Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)."
(QS. Al A'raf, 7:172)



Kalau kita mau mempelajari Al-Quran di dalamnya terdapat banyak penjelasan tentang apa dan siapa manusia itu sebenarnya. Namun, yang demikian tidak akan menjadi suatu kesadaran apabila kita tidak pernah membawa pikiran, jiwa serta perasaan kepada fitrah kejadiannya. Penyebabnya adalah karena kebanyakan manusia terlena dengan alam kebendaan. Jadi, bukan ilmu tasawuf yang sulit dimengerti.


Contoh sederhana seorang bayi yang lahir dari rahim ibu:
  • Bayi lahir bukan atas permintaan dan kehendaknya
  • Bayi tidak mengerti untuk apa dilahirkan
  • Bayi tidak punya apa-apa bahkan malu pun tidak punya.
Orang sekitar memberikan kesadaran. Bayi mulai dikenalkan dengan dirinya bahwa namanya si fulan. Kemudian diajarkannya nama-nama, ini telinga, ini kepala, ini hidung, ini tangan, ini kaki, dan seterusnya dengan batasan kesadaran yang sangat sempit sekali.


Kesadaran sempit ini membuat diri terbelenggu dan bisa tersesat dalam ketidaktahuan siapa diri yang sebenarnya.

Peran manusia telah ditetapkan, diatur dengan sangat rapi sekali. Bukan hanya ukuran fisik, tapi juga berapa besar rezeki, ketrampilan, daya pikir, dan juga waktu yang diijinkan menghirup udara segar didunia.

Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
(QS. Al Furqaan, 25:2)


Oleh karena itu, manusia yang sadar sebagai khalifatullah hendaknya berakhlak dengan akhlak Allah, berkehendak, bertindak sebagaimana yang Allah kehendaki dan memberi keputusan dengan keputusan Allah, serta berjalan di jalan Allah.


Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.
(QS. Al-A'raaf, 7:10)


Dan diantara mereka ada orang yang mendengarkanmu. apakah kamu dapat menjadikan orang-orang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti.
(QS. Yunus, 10:42)


Dan diantara mereka ada orang yang melihat kepadamu, apakah dapat kamu memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta, walaupun mereka tidak dapat memperhatikan.
'(QS. Yunus, 10:43)


Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.
(QS. Yunus, 10:44)


Allah berfirman, "Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut."
(QS. An-Nahl, 16:51)


Wallahu a'lam bishshawab 

Manusia (hakikat manusia)

Hakikat Manusia
Setiap manusia pasti terdorong untuk memikirkan eksistensi dirinya, hakikatnya sebagai manusia.
Sebab manusia senantisa terdorong pertanyaan – pertanyaaan besar.

Dari mana saya berasal?
Apakah keberadaanku baagaikan terlahir begitu saja?

Siapakah aku ini? Mengapa aku diciptakan?
Apakah tujuan hidup ini?mengapa aku dibekali akal dan kehendak?

Kemana akhir perjalanan yang singkat di dunia ini?
Ada apaa setelah mati?
Apakah kehidupan berakhir dengan datangnya kematian?

Bagaimana caraku menyingkap rahasia semua ini?

Dari mana alam semesta yaang besar ini berasal?
Ataukah ada Pencipta yang mengadakan saya?
Siapa Dia?apa hubungan saya dengan-Nya?

Apakah eksistensi manusia cukup dalam dirinya sendiri?

Teringat sabda Rasulullah Nabi Muhammad saw:
Man ‘arafa nafsahu fagad ‘arafa rabbahu
Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.

Dalam setiap manusia memiliki naluri untuk berkepercayaan dlam pengertian apa pun, baik yang benar maupun yang batil.

Firman Allah:
Dan juga pada dirimu, maka apakah kamu tiada memperhatikan
(QS. Adz Dzariat, 51:21)

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:”sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”.
(QS. Al Hijir, 15:28-29)

Dan nafs (jiwa) serta penyempurnaannya (ciptaan)-Nya, maka Allah mengilhamkan kepada nafs itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikannya (zakkaha), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(QS. Asy Syams, 91:7-10)

Tubuh (jasad) ini Allah lah yang memberi bentuk dengan perantara tanah yang diberi bentuk, lalu ditiupkannya ruh (ciptaan)-Nya ke dalamnya untuk membuatnya hidup. Lalu Allah beri akal (jiwa/nafs) agar manusia memiliki kehendak. Setelah manusia dilahirkan dari rahim sang Ibu diberikanlah sebuah nama yang indah. Lalu apakah yang kita miliki ketika kita hidup didunia ini?

Jasad, Jiwa dan Ruh milik Allah semata. Nama yang terkadang kita selalu banggakan hanyalah sebuah pemberian dari kedua orang tua kita. Apakah masih pantas bila seorang manusia berlaku dan bertingkah sombong berjalan di muka bumi? Padahal sesungguhnya bila kita menyadari dan mengkaji diri, kita tidaklah memiliki apapun yang sepatutnya bisa di sombongkan.

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(QS. As Sajdah, 32:9)

Memahami hakikat kita sebagai manusia sangat menentukan sikap kita dalam perjalanan berideologi mengarungi lautan kehidupan ini.
Karena kesempurnaan kejadiannya, maka manusia merupakan wakil Allah untuk menjadi saksi-Nya serta mengungkapkan rahasia-rahasia firman-Nya. Karenanya bersyukurlah, sebab para makhluk yang lain tidak diberi kemampuan melihat dimensi yang tidak bisaa dijangkau olehnya, ia haanya mampu melihat pada tingkat yang paling rendah dalam diri manusia. Sementara ia terhijab oleh ketinggian derajat manusia yang berasal dari Ilahi (meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku).

Apakah setiap manusia itu khalifatullah?

Hakikat manusia sebagai khalifah mengarah kepada kecenderungan tertentu dalam memahami diri manusia sendiri. Hakikat mengandung sesuatu makna tetap, tidak berubah-ubah. Allah adalah puncak segala kebaikan dan kesempurnaan. Dengan demikian, manusia adalah wakil dari kebaikan dan kesempurnaan-Nya.

Namun, seperti yang kita lihat, bagaimana dengan kenyataan umat manusia di masa sekarang? Bisakah manusia dikatakan wakil dari kebaikan dan kesempurnaan-Nya?

Bagaimana agar menjadi khalifatullah seutuhnya?